Desakan masyararkat kepada pemerintah untuk mengusut tuntas kasus “pagar laut” semakin deras. Sejumlah anggota DPR RI bahkan mengusulkan pembentukan Pansus (Panitia Khusus) untuk menjamin kasus itu tidak “menguap”.
Desakan yang sama datang dari elemen masyarakat lain. Aksin, SH, pengamat sekaligus praktisi hukum sangat mendukung wacana pembentukan Pansus Pagar Laut. Salah satu pengusul Pansus adalah Slamet, anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS.
“Pansus sangat diperlukan untuk mengungkap fenomena siluman yang menyelimuti skandal pagar laut ini,” ujar pria kelahiran Kebumen, Jawa Tengah, itu.
Ditemui di kantornya, Akisin Law Firm, Menara 165, Jakarta Selatan hari ini (23/1), ia mengaku siap menjadi garda terdepan mengawal kasus ini agar tidak mandeg. “Kita tidak lagi berbicara Kementerian atau DPR melawan mafia pagar laut, melainkan mafia laut melawan rakyat Indonesia. Ini menyangkut kedaulatan negara yang diinjak-injak,” tegasnya.

Aksin menyebut kata “mafia” karena pada hakikatnya, persoalan ini pasti melibatkan banyak pihak. “Bicara arti harfiah, mafia adalah organisasi kriminal terstruktur yang melakukan berbagai kejahatan. Mafia biasanya bergerak secara rahasia dan bertujuan untuk mendapatkan kekayaan. Cocok dengan pelaku skandal pagar laut yang kasusnya sedang marak,” tutur Aksin.
Pelanggaran Berat
Dari kacamata hukum, lawyer Aksin bahkan menyebutkan kasus yang terjadi merupakan pelanggaran hukum kelas berat. UU Pokok Agraria 1960 tegas menyebutkan, bahwa HGB hanya bisa diterbitkan di atas tanah negara atau tanah hak, bukan di perairan laut.
“Undang-Undang juga tegas melarang kepemilikan individu atau perorangan serta badan hukum atas objek sumber daya air. Larangan ini bisa ditemukan pada Pasal 8 dalam UU PA,” tandasnya.
Maka sejatinya laut teritorial merupakan kuasa langsung negara yang tak boleh diprivatisasi. Pemanfaatannya pun harus memperhatikan kepentingan umum dan daya dukung ekosistem lingkungan. Sebagaimana diatur Pasal 15 dalam PP 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.
Di sisi lain, Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 17 tahun 2016 sebagai peraturan pelaksana dari UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang diubah menjadi UU Nomor 1 Tahun 2014, tak menyebut bahwa hak atas tanah seperti HGB, dapat diterbitkan diatas perairan laut.
Saat ini, Aksin meminta pemerrintah dan para pihak yang kompeten, tidak hanya “omon-omon”. “Rakyat tidak perlu lagi statement lip service. Rakyat butuh aksi nyata penuntasan perkara tersebut secara hukum. “Tim hukum Aksin Law Firm sedang melakukan kajian hukum, mengantisipasi kalau-kalau hukum tumpul melawan mafia pemagar laut,” tandas Aksin.***